Selasa, 07 September 2010

Antara cita, Harapan dan Realita

Ketika masih di bangku sekolah dasar, pastilah muncul pertanyaan “apa cita-cita kalian?” dan ketika masih SD ketika ditanya tentang cita-cita, maka jawaban yang muncul adalah Pramugari. 
Alasan yang simple menjadi seorang pramugari adalah karena pramugari tidak pernah stuck di satu tempat, mereka selalu move dari satu tempat ke tempat lain. Dengan menjadi seorang pramugari maka aku bisa keliling dunia.
Selang waktu berganti, dari teman ayah ku mendengar statement, “jika menjadi pramugari terus pesawat nya jatuh gimana, apa nggak kasihan ma ayah dan ibu?” terfikirkan pernyataan itu, maka cita-cita menjadi pramugari pun mundur teratur hanya karena takut jika pesawat jatuh dan aku meninggal karena itu, ha,, ha, ha, anak kecil sekali. 
Beberapa saat kemudian, masih di bangku sekolah dasar, mendapat cita-cita yang tak kalah keren dan menarik yaitu staf KBRI di luar negeri.

 
Entah dapat ide itu dari mana, aku sendiri lupa. Tapi pemikiran ku pada waktu itu yang namanya staf KBRI pasti berada di luar negeri, maka dengan cita-cita itu aq tetap dapat keliling dunia,, apalagi kalau isa dapat KBRI di Inggris (ehm,, entah kenapa dari SD aq terobsesi bisa ke England,, tak salah jika di sepakbola baik liga maupun timnas Inggris selalu jadi favoritku,, dasar). 
Tapi satu atau dua tahun sejak menetapkan staf KBRI sebagai cita-cita, pada tahun 2000 menjadi jurnalis aku tetapkan sebagai plan B ku untuk cita-cita ku jika menjadi staf KBRI gagal.
Alasan yang memebuat ku tertarik menjadi jurnalis adalah ketika pada tahun 2000 digelar event piala Eropa (Belanda-Belgia) dan Olimpiade Sydney. Melihat ketika para peliput internasional berkumpul di media center kedua event tersebut, dan liputan mereka tentang event tersebut dan tempat-tempat menarik di Negara tersebut membuatku memutuskan bahwa jurnalis baik media cetak atau elektronik adalah profesi yang keren. 
Dengan menjadi jurnalis, isa memnbawa ku kemanapun dan khusus untuk media cetak bisa terus menulis.
Pertengahan SMP muncul lagi cita-cita menarik, yaitu psikolog. Menjadi psikolog waktu itu simple, karena mereka selalu didatangi oleh customer dan mereka tinggal menunggu cuctomer. 
Psikologi juga kuanggap menarik, karena dengan mempelajari psikologi maka otomatis kita dapat mengenal karakteristik orang, itu menurutku pada saat itu. Tapi psikolog adalah rencana terakhir, jika plan A dan plan B gagal.
Itu semua adalah cita-cita yang pernah terbersit di kepala ku dari semasa SD sampai SMA. Tapi realitanya menemukan jawaban di masa SMA. Pada Masa SMA, kelas tiga awal aku dihadapkan pada realita pertama. Pada saat itu tentu sudah langkah setelah masa SMA sudah harus ditetapkan dan pada saat itu fakta pertama langsung menerpa ku yaitu bahwa untuk menjadi staf KBRI tentu lebih mudah aku melanjutkan studi di hubungan internasional, sementara hubungan internasional di Indonesia didominasi oleh PT yang branded seperti UI dan UGM (info PT yang ada jurusan hubungan internasional yang kudapat pada waktu itu hanya ada di dua PT tersebut). Oke lach, secara materi baik materi, maupun akademis, aku menyerah, imposible rasanya untuk bisa masuk, maka pada akhirnya cita-cita sebagai staf KBRI pupus.
Maka untuk selanjutnya komunikasi dan psikologi adalah dua jurusan yang tak bisa ditawar walu sempat terbersit masuk sastra inggris, tapi karena keminderan untuk masuk sastra inggris, batal niat saya untuk memilih sastra inggris. Dan tibalah pada pengisian jurusan untuk SPMB. UNS bagaimanapun tetap pilihan pertama berdasarkan banyak factor dan komunikasi tetap pilihan pertama. Kebuntuan justru di psikologi, karena psikologi di UNS ternyata IPA, gila,, malas ikut IPC, maka psikologi pun tak tercapai juga. Oke pilihan pertama tetap Komunikasi, dan sempat berfikir untuk sastra Inggris, tapi ternyata tak ada kemantapanm untuk memilih sastra Inggris. Akhirnya setelah membolak-balik buku SPMB dan sudah stuck tak bisa memilih pilihan kedua, akhirnya membaca tulisan administrasi Negara di bawah pilihan komunikasi (seingat saya di buku pilihan jurusan komunikasi dan AN memang atas bawah). Setelah mengetahui bahwa AN masuk di FISIP juga ya sudah lah saya memilih AN, karena waktu itu dengan pede yakin keterima di komunikasi.
Hitungan hari berganti ke bulan Agustus tahun 2006, tanggal pengumuman SPMB dan pada kenyataannya aku justru diterima di AN. Syukur Alhamdullilah, tetap masuk UNS walaupun tidak sesuai harapan. Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan pula yang menentukan semua. Antara cita dan kenyataan tak bisa sejalan. Hingga pada akhirnya aku sampai di titik ini, menjadi sarjana ilmu Administrasi Negara. Tak ada lagi cita-cita yang dapat diperjuangkan, sepertinya aku hanya akan mengikuti arus, mengerjakan apa yang ada. Tapi tetap satu keinginan, bahwa aku harus dapat menjalankan profesi yang aku sukai dan masih bisa membawaku berkelliling.
Raihlah mimpi itu walo harus memulai jalan memutar sekalipun

Tidak ada komentar: